Membangun Kolaborasi Perguruan Tinggi dan Industri melalui Kedaireka
26 Januari 2021, 12.00 WIB
Jakarta – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) baru saja meluncurkan platform Kedaireka pada 12 Desember 2020. Kehadiran Kedaireka diartikan sebagai aktualisasi dan revitalisasi sebuah karya agar karya tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Kedaireka bisa diartikan sebagai Kedaulatan Rakyat Indonesia dalam Reka Cipta dimana reka cipta ini upaya revitalisasi serta aktualisasi dari karya perguruan tinggi agar manfaatnya dapat dirasakan semua elemen masyarakat, industri, dan perguruan tinggi sendiri,” ungkap Didi Rustam, Kepala Subbagian Tata Usaha Setditjen Dikti pada Bincang Santai Kedaireka bertajuk Strategi Industri dalam Platform Kedaireka, yang dilakukan secara virtual, Rabu (16/12).
Melalui Kedaireka, Didi berharap perguruan tinggi dapat menjadi mata air yang memberikan kesempatan bagi semua lapisan masyarakat, menjadi matahari yang bisa memberikan optimisme bagi negara dan bangsa, serta bisa menjadi mata api bagi seluruh insan dikti yang selama ini memiliki segudang solusi namun tidak memiliki kesempatan untuk mengekspos karyanya. Oleh karenanya, seluruh kampus, baik kampus besar maupun kecil, memiliki kesempatan yang sama untuk mengenalkan inovasinya kepada industri di platform Kedaireka.
Berkenaan dengan hal tersebut, pemerintah bukan hanya memfasilitasi wadah untuk kolaborasi perguruan tinggi dan industri saja, melainkan juga mendampingi dalam hal pendanaan yang disebut dengan matching fund. Hal ini dilakukan guna memperbesar kesempatan berhasilnya kolaborasi tersebut. Sehingga, kehadiran Kedaireka dapat mewujudkan akselerasi serta hilirisasi produk penelitian kampus agar produk-produk tersebut dapat digunakan dan dikomersialisasi oleh industri.
“Seharusnya kampus menjadi research center industri sedangkan industri fokus pada profit center sehingga semua berjalan beriringan, saling berkolaborasi, dan saling menguntungkan,” kata Mahir Bayasut, Tim Kerja Akselerasi Reka Cipta Ditjen Dikti Bidang Hubungan Industri.
Dalam acara ini, Mahir menjelaskan bahwa peluncuran Kedaireka dilandasi pula oleh tantangan yang sebenarnya sudah ada sejak lama, yakni kurangnya pemerataan akses untuk kampus berdialog dengan industri sehingga keduanya memiliki dunianya tersendiri.
“Industri disibukkan dengan adanya persaingan, kompetisi nasional maupun global, market, efisiensi, dan sebagainya. Di satu sisi perguruan tinggi sibuk dengan dunianya, teori-teori, dan hasil akademisnya sehingga penelitiannya tidak dimanfaatkan secara maksimal,” ungkapnya.
Untuk itu, Kedaireka menyuguhkan marketplace yang berisi produk hasil karya para mahasiswa di perguruan tinggi, sehingga karya-karya tersebut dapat diketahui oleh dunia industri agar tidak perlu melakukan riset pada hal yang sama. Pasalnya, industri kerap kali membutuhkan produk yang sebenarnya sudah diteliti atau dihasilkan oleh para mahasiswa tetapi tidak dimanfaatkan oleh industri akibat kurang dikenalnya penelitian tersebut di dunia industri.
“Industri melihat penelitian dan pengembangan produk adalah investasi mahal sebab penelitian butuh waktu dan memiliki risiko, bisa berhasil bisa saja gagal,” jelasnya.
Oleh karena itu, pemerintah hadir untuk membantu mengurangi risiko tersebut serta memaksimalkan efisiensi dana yang akan digelontorkan oleh industri melalui Kedaireka. Terlebih, di era pandemi ini industri sangat berhati-hati terkait pengeluaran dana, khususnya pada hal yang tidak ada relevansinya dengan pemasukan untuk industri.
“Kedaireka menjadi platform bagi semua kampus untuk menawarkan solusi yang dinilai applicable kepada seluruh industri, sehingga tidak hanya kampus besar yang bisa melakukannya, tetapi juga semua kampus,” tutur Mahir.
Lebih lanjut Mahir menyampaikan, Kedaireka juga diharapkan mampu membuat perguruan tinggi berlomba-lomba menawarkan inovasi atau gagasan kepada industri yang membutuhkan sehingga dapat memperluas pula solusi dari permasalahan industri. Selain itu, industri pun dapat menawarkan permasalahan bisnisnya agar penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi lebih relevan dengan industri. Dengan demikian, Kedaireka dapat menjembatani industri dengan perguruan tinggi atau yang disebut pula dengan link and match antar keduanya.
“Keuntungan Kedaireka lainnya juga ada pendanaan matching fund sebesar 250 miliar yang dapat digunakan untuk membayar tenaga ahli, laboratorium, dan sebagainya,” tambahnya.
Mahir menuturkan, pendanaan matching fund akan dilakukan dengan dua skema, yaitu satu banding satu dan satu banding tiga. Pada skema satu banding satu, artinya satu rupiah yang dikeluarkan oleh industri akan diiringi satu rupiah dari pemerintah jika manfaatnya lebih banyak untuk industri. Sedangkan jika manfaat riset dapat dirasakan oleh masyarakat luas atau mengangkat isu nasional, bisa dipadukan dengan skema satu banding tiga. Dengan kata lain, satu rupiah yang digelontorkan oleh industri akan didampingi tiga rupiah dari pemerintah dari atau sepertiga dari total nilai proyek yang dikerjakan.
Dalam kesempatan yang sama, Dosen dan Inventor Universitas Bina Nusantara, Emil R. Kaburuan memaparkan contoh inovasi yang dapat diaplikasikan pada platform Kedaireka. Dalam hal ini, ia mengangkat isu sampah plastik di Indonesia yang semakin pelik sehingga ia berkolaborasi dengan salah satu perusahaan startup untuk membangun aplikasi bank sampah. Aplikasinya ini menyasar tiga pasar, yaitu nasabah, pengepul, serta bank sampah itu sendiri.
“Melalui kemitraan ini, sampah plastik akan bisa dialirkan langsung ke pabrik recycle sehingga riset terkait isu sampah plastik bisa diimplementasikan sekaligus bergerak menyelesaikan permasalahan di masyarakat,” pungkasnya.
Sumber : dikti.kemdikbud.go.id